Golok adalah bagian dari Diri
Berbeda dengan kebanyakan konsep dalam beladiri lainnya. Senjata (golok) dalam Seliwa bukanlah perpanjangan dari tangan. Golok adalah bagian dari badan, bagian dari diri kita. Sehingga diharapkan bermain golok adalah bagian dari diri dengan segala atributnya.
Untuk lebih menjelaskan lagi konsep ini; Bang Edwin pun memberi contoh langsung pada peserta workshop. Katakanlah ada sebuah situasi dimana tangan kita yang memegang golok dapat dipegang dan dikunci oleh lawan sehingga menjadi �mati� dalam makna beladiri. Karena golok adalah bagian tubuh praktisinya; maka bagian tubuh lainnya dapat membantu untuk meng�hidup�kan kembali golok dengan melakukan baik serangan balasan ataupun bongkar�an terhadap diri lawannya. Dengan demikian karena golok adalah satu kesatuan dengan tubuh atau dapat dikatakan sebagai bagian dari diri; maka interaksi dan juga gerakan golok juga tergantung dari pohon/tubuh atau diri praktisinya. Tidak peduli jika tangan praktisinya sudah �mati� terkunci, selama masih ada bagian diri yang bisa meng�hidup�kan atau selama pu�un atau diri/badan masih bisa hidup maka selama itu pula golok Seliwa akan bisa tetap bisa �hidup�.
Praktek ber-golok
Tidak hanya mendengar ulasan tentang Seliwa ataupun sekedar melihat para praktisi seliwa memainkan golok; peserta workshop diajak untuk merasakan langsung keampuhan permainan golok ala Seliwa. Acara ini dilakukan selepas istirahan siang dan bertempat di lantai 2 tempat pertemuan tersebut yang adalah sebuah Madrasah Haji Tajjudin bin Haji Syahroni.
Latihan ini pun dimulai dengan pengenalan dan praktek jurus tangan kosong dari Suliwa yang dicontohkan langsung oleh Bang Husin, dengan didampingi oleh para murid seniornya yaitu Bang Edwin, Mas Harjanto Pramono/ipam, Bang Janu, Mas Rudy, dan masih banyak senior lainnya; yang penulis sendiri kurang hapal namanya J --sorry ya--. Terlihat semua peserta tampak antusias dalam menjalankan jurus-demi jurus tangan kosong.
Memang jurus dalam seliwa yang diberikan memiliki tingkat kesulitan masing-masing. Bang Husin sendiri sempat memainkan beberapa jurus sebagai contoh. Terlihat gerakannya sangat cepat, tegas tapi lentur dan siap dengan banyak kemungkinan perubahan. Seorang anggota Seliwa membisiki penulis bahwa kekhasan Golok Seliwa diantaranya adalah permainan goloknya yag cepat dan tegas ini, serta perpindahan golok ke tangan yang lainnya (kanan/kiri) yang tidak terlihat atau nyaris tidak dapat terdeteksi oleh penonton, berikut cara memasukkan golok ke sarungnya yang dilakukan dengan mengandalkan rasa dengan tanpa melihat ke golok/sarung.
Dan tibalah saatnya untuk berlatih golok berdasarkan jurus tangan ksong tadi. Penulis sendiri sebetulnya tidak biasa memegang golok dan ada rasa �ngeri dan seram� jika memegang atau melihat golok di tangan orang lain. Hal ini mungkin dirasakan juga oleh sebagian peserta yang belum memiliki latar belakang beladiri. Dalam memandang golok memang agak menakutkan.
Namun seiring berjalannya waktu terlihat bahwa memang dalam ilmu seliwa, golok adalah maen golok. Jadi peserta memang seakan begitu asyik bermain-main dengan golok walaupun golok yang penulis pegang hanyalah golok tumpul ; karena belum berani memegang golok yang tajam; seperti miliki mas rudy alias keentup tawon yangmampu mengiris kertas dengan hasil yang sama dihasilkan oleh ketajaman silet�wuiihhh�bagi penulis memang masih terasa agak mendebarkan jantung.
Lama kelamaan golok (tumpul J ) tidak lagi menakutkan malah menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk diolah, digerakan dan mulai mendapat bayangan dengan apa yang dimaksud dengen golok adalah bagian dari tubuh; bahwa seliwa adalah maen golok.
Latihan tidak hanya melibatkan golok, salah seorang murid senior Bang Husin yaitu Mas Harjanto (alias ipam atawa mantrijeron, betul gak ni namanya?�maaf ya kalo salah) berbaik hati berbagi satu dua teknik pisau ; langsung dalam sebuah aplikasi praktis menghadapi serangan pisau dan melakukan serangan dengan pisau.
Penutup
Menjelang sore acarapun disudahi dengan harapan terus bergelora untuk semakin melestarikan budaya luhur bangsa pencak silat tradisional. Sebab memang sebagai bangsa Indonesia, kurang lengkap rasanya jika belum mengenal dan mencintai budayanya sendiri, pencak silat.
Jangan mengaku orang Indonesia kalau belum kenal pencak silat!...:)
Kenalilah pencak silat walau hanya satu jurus.
�Satu Jurus, Satu Hari�, untuk kelestarian budaya bangsa, warisan mulia dari leluhur kita ini. Inilah salah satu bukti nyata bahwa kita mencintai bangsa Indonesia,
mencintai tanah air dan tumpah darah Indonesia..
sumber = http://www.silatindonesia.com/2009/06/maen-golok-ala-seliwa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar